Ditulis oleh Yusuf Fachrurrozi, S.H.
Dalam dunia bisnis, konsumen merupakan bagian terpenting dalam memasarkan produk karena konsumen menjadi target pemasaran yang akan dilakukan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha jelas harus mengetahui kebutuhan pasar dan konsumennya untuk bisa membuat produknya laku dipasaran. Begitu juga dengan konsumen, sebagai target dari pemasaran produk, konsumen diharapkan mengetahui barang atau produk yang dibelinya. Tidak jarang barang yang dibelinya tersebut ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi atau keinginan dari konsumen. Bahkan dibeberapa kejadian barang yang dibeli tidak sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh pelaku usaha saat memasarkan barang tersebut. Sehingga muncullah kerugian bagi konsumen di kemudian hari.
Salah satu contohnya membeli unit apartemen yang belum selesai dibangun sampai dengan masa grace period atau sampai dengan waktu yang ditentukan oleh pelaku usaha dapat ditinggali konsumen. Jelas konsumen dirugikan karena sampai dengan tanggal selesai dibangun dalam perjanjian, unit apartemen tesebut belum bisa diserahterimakan. Bahkan bangunan apartemen bisa jadi belum selesai sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha dapat berdalih terjadi kondisi atau peristiwa diluar dugaan mereka (overmacht), namun tetap kondisinya yang dirugikan adalah konsumen. Dan masih banyak lagi contoh-contoh peristiwa yang merugikan dialami oleh kebanyakan konsumen.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), dijabarkan beberapa aspek yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha dalam memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa. Disinilah konsumen dilindungi dalam undang-undang.
Kebanyakan konsumen memang belum memahami mengenai adanya perlindungan konsumen yang melekat pada dirinya. Konsumen memiliki hak untuk melindungi kepentingannya atas kerugian yang dialaminya akibat perbuatan pelaku usaha. Konsumen dapat membawa permasalahan ini melalui jalur hukum guna melindungi kepentingannya dan menerima penggantian ganti rugi yang sepadan dengan kerugiannya. Terdapat proses penyelesaian sengketa yang dapat dijalankan oleh konsumen yang dirugikan.
Konsumen dapat menyelesaikan permasalahannya melalui jalur diluar pengadilan dengan mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. BPSK dapat menyelesaiakn sengketa konsumen dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi.
Tahapan proses penyelesaian sengketa oleh BPSK diator melalui Keputuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, yaitu :
- Konsumen yang dirugikan dapat mengadukan dengan mengajukan permohonan penyelesaian sengketan konsumen kepada BPSK baik secara tertulis atau lisan mengenai terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha;
- Terkait pengaduan ini, BPSK akan melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen;
- Penyelesaian sengketa konsumen wajib diselesaikan dalam waktu 21 hari kerja sejak permohonan diterima oleh Sekretariat BPSK. Mekanisme penyelesaian sengketa oleh BPSK dilakukan melalui persidangan dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Dalam praktiknya, sebelum dilakukan konsiliasi, mediasi atau arbitrase, BPSK membentuk majelis hakim 3 orang yang terdiri dari 1 (satu) ketua majelis (dari unsur pemerintah), 2 (dua) anggota majelis (dari unsur pelaku usaha dan konsumen). Majelis ini nantinya yang akan menjalankan persidangan dan menentukan prosesnya dijalani melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
1. Dalam prosedur konsiliasi :
- Majelis hakim akan memanggil prinsipal konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan dapat didampingi oleh Kuasa Hukum namun tidak dapat diwakilkan;
- Apabila diperlukan, Majelis dapat memanggil Saksi dan Ahli;
- Majelis bersifat pasif dan cara penyelesaian sengketa diserahkan kepada para pihak, baik itu mengenai mekanisme ganti kerugian atau komitmen melaksanakan pemenuhan perjanjian;
- Majelis menerima hasil musyawarah dari para pihak dan mengeluarkan putusan penyelesaian.
- Hasil penyelesaian dibuat dalam perjanian tertulis dan ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha. Dalam putusannya tidak memuat sanksi administratif;
Putusan tersebut dapat berupa perdamaian, permohonan diterima dan permohonan ditolak. Putusan ini bersifat mengikat dan final
2. Dalam prosedur mediasi :
- Majelis hakim akan memanggil prinsipal konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan dapat didampingi oleh Kuasa Hukum namun tidak dapat diwakilkan;
- Apabila diperlukan, Majelis dapat memanggil Saksi dan Ahli;
- Majelis bersifat aktif dan meminta konsumen dan pelaku usaha memberikan keterangannya dan menunjukkan bukti-bukti yang dimiliki, serta Majelis dapat memberikan saran mengenai mekanisme penyelesaian terbaik dengan memperhatikan keadaan konsumen dan pelaku usaha;
- Majelis menerima hasil musyawarah dari para pihak dan mengeluarkan putusan penyelesaian.
- Hasil penyelesaian dibuat dalam perjanian tertulis dan ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha. Dalam putusannya tidak memuat sanksi administratif;
- Putusan tersebut dapat berupa perdamaian, permohonan diterima dan permohonan ditolak. Putusan ini bersifat mengikat dan final
3. Dalam proses arbitrase :
- Konsumen dan pelaku usaha menunjuk arbiter untuk menjadi ketua dan anggota majelis persidangan;
- Pada saat siding pertama, ketua majelis wajib mendamaikan para pihak yang berengketa;
- Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dalam bentuk putusan Majelis BPSK;’
- Putusan arbitrase dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, gugatan diterima dan dapat disertai sanksi administratif. Putusan ini bersifat mengikat dan final;
- Atas putusan tersebut dapat dimintakan eksekusi oleh BPSK ke Pengadilan Negeri di tempat konsumen.
Apabila salah satu pihak tidak bersedia menjalankan isi putusan BPSK, maka BPSK yang menerima informasi tersebut dapat melimpahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bila dikemudian hari para pihak yang menolak putusan BPSK, maka pihak dapat melakukan :
- Mengajukan keberatan pada Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut;
- Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan yang diajukan, paling lama 21 hari kerja sejak diterimanya keberatan;
- Bagi yang tidak puas dengan keputusan pengadilan negeri, dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lambat 14 hari sejak menerima putusan;
- Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusannya paling lambat 30 hari kerja sejak menerima permohonan kasasi atas keberatan tersebut.
Menyelesaikan sengketa konsumen melalui BPSK adalah salah satu solusi alternatif menyelesaikan masalah tanpa harus menunggu waktu lama dan tanpa dipungut biaya. Konsumen yang dirugikan dapat mengambil langkah ini agar dapat memperoleh penyelesaian mengenai kerugian yang dialaminya.
THEY Partnership always listening.
Email : ask@theypartnership.com
Hotline : 021-29651238 atau 082226009298